Apa itu One Map Policy ?
One Map Policy Yaitu Kebijakan Satu Peta Nasional atau lebih sering disebut yang merupakan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam hal informasi geospasial. Kebijakan ini pertama kali dijalankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2010 dan masih berlanjut sampai saat ini dimasa Presiden Joko Widodo saat ini (2016). Koordinator utama kebijakan ini yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Informasi Geospasial sebagai Ketua Pelaksana.
Kebijakan Satu Peta, muncul pertama kali sejak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada Rapat Kabinet 23 Desember 2010. ketika Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menunjukkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono peta tutupan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan yang berbeda dimana hal tersebut yang mendorong Presiden SBY memerintahkan penyusunan satu peta "Saya ingin hanya satu peta saja sebagai satu-satunya referensi nasional!". Selain itu karena Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang dibangun tidak merujuk pada satu sumber rujukan Peta Dasar (Peta Rupabumi). Bisa dipastikan selama Informasi Geospasial Tematik tidak merujuk pada Peta Dasar yang dibangun oleh instansi yang berkompeten dan berkewenangan dalam hal ini Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) maka Informasi Geospasial Tematik yang dibangun tersebut akan menimbulkan kesimpangsiuran. Adanya perbedaan tersebut akan mempengaruhi penentuan keputusan berbagai kebijakan strategis nasional. Kebijakan One Map Policy hadir sebagai aturan yang mengharuskan adanya penyatuan informasi geospasial. Sehingga tumpang - tindih seperti yang telah terjadi tersebut, tidak terulang dan kebijakan yang diambil pemerintah dapat tepat sasaran.
Selain daripada itu di dalam kenyataan penyelenggaraan informasi geospasial terdapat beberapa kenyataan bahwa
1. Banyak peta yang dibuat oleh berbagai K/L dengan spesifikasi sesuai kebutuhan masing-masing,
2. Kebutuhan yang berbeda menyebabkan perbedaan spesifikasi informasi peta tematik yang dapat menimbulkan kesimpangsiuran informasi, dan
3. Masih diperlukan mekanisme untuk menyatukan keberagaman menuju kesatuan informasi geospasial dasar dan tematik nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar